Saturday, May 31, 2014

Dunkin' Donuts

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan YME. Diantara sekian banyak nikmat Tuhan YME yang membawa kita dari kegelapan ke dimensi terang yang memberi hikmah dan yang paling bermanfaat bagi seluruh umat manusia, sehingga oleh karenanya kami dapat menyelesaikan tugas akhir mata kuliah Bisnis Internasional ini dengan baik dan tepat waktu.
Dalam proses penyusunan tugas ini kami menjumpai hambatan, namun berkat dukungan materil dari berbagai pihak, akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan cukup baik, oleh karena itu melalui kesempatan ini kami menyampaikan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak terkait yang telah membantu terselesaikannya tugas ini.
Segala sesuatu yang salah datangnya hanya dari manusia dan seluruh hal yang benar datangnya hanya dari agama berkat adanya nikmat iman dari Tuhan YME, meski begitu tentu tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu segala saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi perbaikan pada tugas selanjutnya. Harapan kami semoga tugas ini bermanfaat khususnya bagi kami dan bagi pembaca lain pada umumnya.

                                                                                                Pekanbaru, 27 Mei 2014



                                                                                                              Penulis





 BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang

Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah. Sebenarnya, globalisasi belum memiliki definisi yang pasti karena mencakup banyak aspek dan kekompleksan sifatnya, sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Sebagai bukti, ada yang menyebut globalisasi di bidang budaya atau di bidang ekonomi, atau di bidang informasi dan sebagainya. Dalam perkembangannya, disamping memberikan manfaat bagi perekonomian suatu negara ternyata perusahaan multinasional juga turut berperan sebagai penghambat karena dampak negatif yang ditimbulkannya. Terlepas dari perdebatan mana yang lebih dominan, manfaat atau kerugiannya, yang pasti harus dipikirkan bersama cara-cara untuk menanggulangi dampak negatif dari adanya perusahaan multinasional.
Dewasa ini pertumbuhan Perusahaan Multinasional (Multinational Corporations) semakin berkembang pesat. Eksistensi Multinational Corporations sendiri sudah ada sejak lama, bahkan sejak sebelum Perang Dunia I dimulai. Sejak awal kehadirannya, hingga pertengahan tahun 1980an  MNC sudah tumbuh berkali-kali lipat lebih cepat dibandingkan pertumbuhan perdagangan dunia. MNC atau multinational corporation atau di dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai perusahaan multinasional adalah salah satunya. Adanya perjanjian kerjasama secara global untuk mengadakan daerah pasar bebas (AFTA) mendorong banyak pihak eksternal atau yang dalam hal ini adalah Multi-National Corporations (MNCs) untuk berinvestasi ke negara-negara berkembang yang memiliki kelebihan dalam aspek Sumber Daya Manusia dan bahan baku yang mudah di dapatkan pada kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Akan tetapi dengan kehadiran MNCs di Indonesia, tidak serta merta hanya membawa dampak yang positif. 
Berbagai macam dampak negatif turut serta hadir sebagai  konsekuen-si  kehadiran  MNCs  tersebut,  baik  pada  dimensi  pekerja  maupun  pada dimensi lingku-ngan hidup serta dengan kehadiran MNCs, tidak berarti negara berkembang dengan otomatis akan mendapatkan keuntungan di segala dimensi, akan tetapi ada dimensi lain yang justru tereksploitasi, seperti pada dimensi SDM dan lingkungan hidup. Berkembangnya Perusahaan Multi Nasional disuatu Negara sangatlah berpengaruh terhadap Ekonomi Negara itu sendiri dimana pengangguran akan berkurang sehingga pendapatan Negara itu sendiri otomatis akan bertambah. Dalam rangka membantu perubahan terhadap Negara khususnya Indonesia perkembangan perusahaan multi Nasional merupakan prioritas utama dalam pembangunan negara maka pembangunan ini memerlukan konsep yang sangat bagus agar tujuan-tujuan tercapai semua. Dengan demikian unsur pemerintahan merupakan hal yang penting sebelum mengarah kepada perusahaan itu sendiri. Dalam perkembangannya, disamping memberikan manfaat bagi perekonomian suatu negara ternyata perusahaan multinasional juga turut berperan sebagai penghambat karena dampak negatif yang ditimbulkannya. Terlepas dari perdebatan mana yang lebih dominan, manfaat atau kerugiannya, yang pasti harus dipikirkan bersama cara-cara untuk menanggulangi dampak negatif dari adanya perusahaan multinasional.
Persaingan bisnis makanan ketat di Indonesia begitu juga dalam bisnis makanan seperti donut. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya bermunculan merek-merek donat yang ada di Indonesia sehingga konsumen diadapkan pada pilihan merek yang beraneka ragam. Seperti Dunkin’s Donuts, J.CO Donut, Krispy Kreme, I-Crave, dan sebagainya.

1.2  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.        Bagaimanakah sejarah Dunkin’s Donuts?
2.        Bagaimanakah masuknya Dunkin’s Donust ke Indonesia?
3.        Apa isu yang berkaitan dengan Dunkin’s Donuts di Indonesia?
4.        Apa sajakah pengaruh masuknya Dunkin’s Donuts ke Indonesia?
5.        Apa sajakah dampak kehadiran Dunkin’s Donuts terhadap pertumbuhan dan perkembangan usaha lokal?
6.        Bagaimanakah penanggulangan atas dampak kehadiran Dunkin’s Donuts ke Indonesia?








1.3       Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui sejarah Dunkin’s Donuts.
2.    Untuk mengetahui bagaimana masuknya Dunkin’s Donuts ke Indonesia.
3.    Untuk mengetahui isu yang berkaitan dengan Dunkin’s Donuts di Indonesia.
4.    Untuk mengetahui apa saja pengaruh masuknya Dunkin’s Donuts ke Indonesia.
5.    Untuk mengetahui dampak dari kehadiran Dunkin’s Donuts ke Indonesia.
6.    Untuk mengetahui bagaimana cara penanggulangan atas dampak kehadiran Dunkin’s Donuts ke Indonesia.























BAB II
PEMBAHASAN


2.1       Sejarah Dunkin’s Donuts
Eksistensi Perusahaan Multinasional semakin berkembang pesat di berbagai negara yang bergerak di segala bidang. Salah satunya adalah perusahaan multinasional yang bergerak di bidang kafe yang menyediakan makanan lezat yaitu Dunkin Donut’s atau yang lebih dikenal dengan sebutan ’DD’. Dunkin’Donuts pada mulanya tumbuh dan berkembang di kota Boston, Amerika Serikat pada tahun 1940 (dengan nama awal Open Kettle). Kemudian perusahaan ini terus tumbuh dan berkembang hingga akhirnya pada tahun 1970, Dunkin’Donuts telah berhasil menjadi perusahaan dengan merek internasional. Kemudian pada tahun 1983 perusahaan Dunkin’Donuts dibeli oleh Domecq Sekutu (Allied Domecq) yang juga membawahi Togo’s dan Baskin Robins. Di bawah  Allied Domecq, perluasan pasar Dunkin’Donuts secara internasional semakin diintensifkan. Hingga akhirnya gerai Dunkin’Donuts tersebar tidak hanya di benua Amerika saja, tetapi juga meluas ke benua-benua seperti  Eropa dan Asia.
Sejak tahun 1970 Dunkin Donut’s menjadi merek internasional dengan reputasi yang sangat luar biasa dalam kualitas dan pelayanan. Dunkin Donut’s mempunyai lebih dari 5000 tempat penjualan di Amerika dan 41 negara di seluruh indonesia, salah satunya adalah di Indonesia. Dunkin Donut’s itu sendiri pertama kali berdiri di Indonesia pada tahun 1985, yang berlokasi di jalan Hayam Wuruk No.9 Jakarta Pusat. Perusahaan yang membeli franchise Dunkin Donut’s tersebut adalah PT. DUNKINDO LESTARI. Perusahaan ini merupakan badan usaha swata nasional yang bergerak dibidang jasa pada jenis usaha makanan cepat saji.
Sementara sejarah dari sosok pendirinya, yaitu William Rosenberg, adalah bermula ketika ia terpaksa berhenti sekolah untuk membantu kedua orang tuanya. Dia bekerja di “Western Union” hanya sebentar lalu dia bekerja sebagai penjual di “Jack & Jill Ice Cream, dalam waktu 4 tahun dia bisa menjadi manajer penjualan untuk distribusi ke restaurant dan lembaga-lembaga.
Dia mengumpulkan 2500 dolar dan memulai usahanya yang bergerak dibidang Industri Jasa Hidangan. Yang dijualnya adalah sandwich dan hidangan makan siang untuk pekerja pabrik di daerah Boston dan sekitarnya. Usaha Industri Jasa Hidangan ini meluas cepat mencapai 140 truk namun segera menyurut pada akhir tahun 1940an.
Pada tahun 1950 membuka “The Open Kettle” lalu diganti nama menjadi “Dunkin’ Donuts” yang diambil nama dari komedi lama “Red Skelton”. Dan tahun 1963, William Rosenberg mengalihkan jabatannya CEO kepada putranya yang bernama “Robert”.
Di tahun 1963 mempunyai 100 toko yang menghasilkan 100 juta dolar. Dunkin’ Donuts lalu menjual sahamnya kepada masyarakat tahun 1968 yang pada saat itu telah mempunyai 334 toko menjadi 700 toko dalam waktu 3 tahun. Dengan strateginya yang agresif dalam memperluas dia mampu mencapai 90 juta dolar tahun 1970 dan tahun 1971 mencapai 950.000 dolar, tahun 1972 mampu mencapai 120 juta dolar. Pada tahun 1973 menghadapi menurunan sehingga dia harus menjual 56 toko dan perusahaan merugi hingga 1,7 juta dolar. Itu menurun hingga 12% dari semua toko Dunkin’ Donuts.
Description: william rosenbergKetika dia sudah mengalami penurunan, namun dia tetap membuka usahanya dengan memilih tempat dengan hati-hati seperti pompa bensin, bandar udara, toko-toko diskon yang menyenangkan. Pada tahun 1989 Dunkin’ Donuts berpindah tangan kepada “Allied Lyson” membelinya dengan harga 325 juta dolar. Akibat kecerobohan Robert, perusahaan Dunkin’ Donuts mengalami kerugian besar dan hampir memusnahkan perusahaan ini.
Dunkin’ Donuts ingin memperluasnya dengan melakukan analisa pasar. Pendapatan semakin lama semakin meningkat mencapai 10-15%. Perusahaan ini menetapkan  pandangannya dalam membangun dan mempertahankan staf perusahaan yang paling stabil dan efektif dalam industri ini dan perusahaan ini menyadari bahwa usaha tanpa staf perusahaan yang stabil dan efektif maka tidak akan bisa maju malahan akan menghadapi ancaman.
-          Mengambil ahli pesaing yang ada dan mengubah toko mereke menjadi toko Dunkin’ Donuts.
Pada tahun 1991 pesaing Dawn Donuts di Timur telah di gulung. 59 toko dibeli dan diubah namanya menjadi Dunkin’ Donuts dan Mister Donut juga diambil alih. Lebih dari 28 juta dolar dihabiskan untuk mengambil alih 550 toko Mister Donut dari perusahaan Internasional Multifood.


-          Menemukan daerah yang baru dan menguntungkan.

Salah satunya adalah usaha toko mini, usaha toko mini ini dibuka disekitar stasiun kereta api, terminal bus, bandar udara. Lalu daerah selanjutnya adalah pompa bensin, pompa bensin Exxon, Citgo, Shell, dan Amoco adalah pompa bensin yang sudah bekerja sama dengan Dunkin’ Donuts. Dunkin’ Donuts sudah mempunyai ratusan tempat sampai 1995. Dunkin’ Donuts tidak hanya di dalam negri saja namun sudah keluar negri dari Brazil sampai ke Arab Saudi, selain itu Allied sudah mempersiapkan 4 tempat baru yaitu :
  1. Amerika
  2. Eropa Barat
  3. Inggris Raya
  4. Bagian Dunia Lainnya.

650 tempat berhasil menghasilkan 220 juta dolar. Usaha ini juga sedang diperluas ke Spanyol, Korea dan Inggris. Perhitungan terakhir pada tanggal 29 Februari 1993 menghasilkan 1,35 milyar dolar dari 3000 tempat penjualan dalam negri. Tahun 1992 memperoleh 1,22 milyar dolar dan 1,03 milyar dolar berasal dari dalam negri.
Dunkin’ Donuts selalu mengutamakan kualitasnya dan setiap anggota selalu bekerja sama untuk membangun Dunkin’ Donuts menjadi tambah berkembang. Dunkin’ Donuts mampu menyediakan pasokan tepat waktu. Setiap manager bertanggung jawab atas pengembangan, pengemasan, penelitian pasar, penetapan harga, dan penyediaan bahan.
Ketiga golongan produk lainnya adalah donat, cairan termasuk kopi, dan sop serta bakaran termasuk sandwich. Dunkin’ Donuts tidak sepenuhnya sesuai dengan keinginan para konsumen, apalagi macam rasanya tidak mempunyai variasi maka peminatnya berkurang. Para pelanggan menginginkan makanan lebih bergizi dan sehat. Penjualan Dunkin’ Donuts dilakukan di arena penjualan setempat. Mc Donald’s dan Burger King juga memasuki perang makanan pagi / siang, sehingga mengancam Dunkin’ Donuts akan mengalami kebangkrutan.
Dengan Dunkin’ Donuts mengeluarkan produk yang lebih beragam. Dunkin’ Donuts telah mengalami proses pembelajaran dari perluasan usahanya dalam tahun 60an, masalah berat telah dipecahkan oleh perusahaan yaitu dengan meningkatkan penjualan tanpa terlalu memperluas usaha dan mampu memasuki pesaingan di pasaran.
Dengan banyaknya pesaing di pasaran Dunkin’ Donuts mengurangi waktu usahanya, dan Dunkin’ Donuts juga mengeluarkan produk menarik untuk pelanggan. Dunkin’ Donuts juga mampu meyakini pelanggan bahwa Dunkin’ Donuts tidak hanya membuat donut namun menyediakan sandwich dan sop.
Dalam pandangan yang sederhana, waralaba adalah inti mutlak dari kewirausahaan dan perusahaan bebas, dan tidak diragukan lagi menjadi faktor ekonomi paling dinamik di dunia kini. ( William Rosenberg, pendiri Dunkin’ Donuts ).

2.2       Sejarah masuknya Dunkin’ Donuts ke Indonesia

Dunkin’Donuts pertama kali masuk ke Indonesia melalui Penanaman Modal Asing Langsungnya dengan membuka perusahaan pertamanya di Jakarta. Dunkin’ Donuts sebelumnya juga telah membuka cabang-cabangnya (franchise) di berbagai negara, seperti negara-negara di Eropa. Sebelumnya, dengan mengacu pada UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, mari kita lihat terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan penanaman modal asing: “Pengertian penanaman modal asing di dalam undang-undang ini hanyalah meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan … berdasarkan ketentuan-ketentuan undang-undang …. dan yang digunakan untuk menjalankan Perusahaan di Indonesia…” Sedangkan yang dimaksud dengan Modal Asing dalam undang-undang tersebut adalah: “Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan Perusahaan di Indonesia.” Salah satu bentuk pembiayaan yang dilakukan oleh Perusahaan Multinasional di Indonesia adalah dalam bentuk pajak (taxation).
Di Indonesia sendiri, Dunkin’ Donuts mulai merambah pasarnya pada tahun 1985 dengan gerai pertama didirikan di Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Pusat. Khusus wilayah Indonesia, master franchise Dunkin’Donuts dipegang oleh Dunkin’ Donuts Indonesia. Saat pertama kali Dunkin’Donuts membuka gerai pertamanya di Indonesia (pada tahun 1980-an), tidak ada reaksi keras dari masyarakat yang menentang perusahaan tersebut untuk masuk. Masyarakat cenderung menganggap positif atas upaya perusahaan tersebut dalam memperluas jaringan pasarnya. Mereka  justru cenderung merasa senang atas hadirnya Dunkin’Donuts di Indonesia.
Sebenarnya, Dunkin’ Donuts bukan merupakan perusahaan donuts multinasional pertama yang masuk ke Indonesia.  Di tahun 1968, American Donut merupakan perintis donat pertama yang digoreng dengan mesin otomatis di Pekan Raya Jakarta. Selain membuka gerainya di  pekan raya,  American Donut juga membuka gerainya di berbagai tempat di Jakarta. Selain itu, masih ada perusahaan-perusahaan multinasional donut lainnya yang juga berusaha mengimbangi gerak Dunkin’ Donuts, seperti Country Style Donuts asal Kanada, Donuts Xpress asal Australia, Krispy Kreme yang juga berasal dari AS, serta masih banyak lagi perusahaan-perusahaan donut lainnya.
Meskipun demikian, Dunkin’ Donuts-lah yang dinilai paling berhasil dalam meluaskan jaringan pasarnya di Indonesia, bahkan di dunia. Dunkin’ Donuts telah berhasil membuka lebih dari 8.800 gerai  donatnya di lebih dari 35 negara di berbagai benua. Di Indonesia sendiri Dunkin’ Donuts telah membuka 200 gerai lebih di kota-kota besar di seluruh Indonesia, seperti Medan, Yogyakarta, Bandung, Bali, Surabaya, Makassar, Jakarta, dan kota-kota lainnya di Indonesia. Dunkin’Donuts telah berhasil menjadi model dalam hal pelayanan serta konsep gerai yang dimilikinya. Bahkan Dunkin’Donuts terkadang dianggap sebagai bayang-bayang bagi perusahaan donut lainnya. Di Jogjakarta, Dunkin’ Donuts telah merambah ke mall-mall, swalayan serba ada, jalan-jalan di malioboro, hingga ke bookstore-bookstore seperti Gramedia.

2.3 Isu terkait Dunkin’ Donut di Indonesia

Saat ini Dunkin’ Donuts mengalami beberapa masalah seperti konsumen mulai bosan dengan bentuk produk Dunkin’ Donuts yang tebal (Agungagriza.wordpress.com/2011/12/21).
Produk yang ditawarkan oleh produsen kepada konsumen juga mempunyai aspek-aspek tertentu, seperti kualitas produk. Saat ini kualitas produk Dunkin’ Donuts dari segi rasa kalah dari J.CO Donut, karena produk J.CO Donut lebih legit bagi para penikmat Donat (Annisamardiana.wordpress.com/Kualitas Pelayanan dan Kualitas Produk Dunkin’ Donuts/2011/12/21).
Kemudian dari perspektif konsumen kualitas minuman Dunkin’ Donuts tidak mencerminkan harganya (www.detik.com/Kualitas Minuman Dunkin’ Donuts/2011/04/08).

Dalam hal ini yang dimaksud adalah minuman cream float yang dimana saat diberikan kepada konsumen creamnya tidak layak untuk diminum. Dunkin’ Donuts dalam menjual produknya menggunakan cara yang tidak jujur. Hal ini terbukti saat seorang konsumen membeli 1 lusin donut, roti keju, kopi dengan total harga Rp86.000,00, oleh Dunkin’ Donut’s diberikan free 1 roti tawar gratis. Setelah dicek pada kuitansi pembayaran ternyata roti tersebut tidak gratis, karena harus membayar sebesar Rp10.000,00 (home of veronica of tan/Hati hati ketika membeli Dunkin’ Donuts/2012/01/05). Kemudian dari segi pelayanan Dunkin Donuts tidak memahami apa yang diinginkan konsumennya. Contoh kasus seorang konsumen memesan 1 lusin donat dengan harga Rp71.000, yang dimana dalam paket tersebut tidak dimasukkan donat dengan rasa selai srikaya sehingga hal ini membuat kecewa konsumen tersebut(www.detik.com/Semoga kedepan Dunkin’ Donuts lebih manis lagi/2012/01/05).
PT Dunkindo Lestari selaku pemegang waralaba Dunkin’ Donuts di Indonesia perlu melakukan tindakan atau usaha serius untuk meningkatkan citra merek yang positif dibenak konsumen. Salah satu upaya yang telah dilakukan melakukan edukasi tentang donat ke sekolah-sekolah, pembagian donat-donat ke konsumen (pelanggan), berpromosi melalui sinetron yang didalamnya menampilkan produk Dunkin’ Donuts. Citra merek merupakan refleksi dari asosiasi merek yang terbentuk dalam ingatan konsumen, dan asosiasi merek merupakan segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek. Asosiasi merek yang membentuk citra merek, merupakan pijakan konsumen dalam keputusan pembelian.

Jika disusun secara ringkas, berikut isu terkait Donkin’s Donuts:
1. Konsumen mulai bosan dengan bentuk produk Dunkin’ Donuts yang tebal.
2. Kualitas produk donat milik Dunkin’ Donuts dari segi rasa kalah dari J.CO Donut, karena produk J.CO Donut lebih legit dirasakan oleh para penikmat donat
3. Kualitas produk minuman tidak sebanding dengan harganya
4. Dunkin Donut dalam menjual produknya menggunakan cara yang tidak jujur
5. Dalam hal pelayanan, Dunkin’ Donuts tidak memahami apa yang diinginkan konsumennya.

Dalam menghadapi isu tersebut, tampak argument dan upaya pelayanan yang berkembang pada Dunkin’ Donuts. Dari segi produk, Dunkin Donuts terus mencoba melakukan penyesuaian rasa sesuai kemauan konsumen, tanpa menghilangkan rasa asli donat Amerika. Dunkin’ Donuts memiliki tekstur donat yang agak berbeda dengan pesaingnya. Donat Dunkin lebih tebal teksturnya dan lebih terasa kenyang di perut. Produk-produk donat yang ada di Dunkin kurang lebih sama dengan produk-produk milik kompetitornya, misalnya seperti donat dengan lapisan biji almond.

Dari segi iklan, Dunkin’ Donuts sepertinya sudah melalui masa-masa dimana iklan memegang peranan penting. Hal ini karena Dunkin Donuts telah memiliki outlet yang sangat banyak di Indonesia, dan memasukkan nama Dunkin sebagai “pemain lama” yang telah banyak dikenal masyarakat. Masuknya Dunkin Donuts sebagai market leader di industri donat Indonesia telah berlangsung sejak tahun 1985.
Dari segi outlet dan layanan, Dunkin tidak menerapkan konsep mempertontonkan proses pembuatan. Namun sejak Oktober 2006, Dunkin meluncurkan konsep layanan self service. Dengan konsep ini, para pelanggan bisa langsung memilih produk yang diinginkannya. Tidak perlu lagi menunjuk produk dan meminta pelayan untuk mengambilkannya. Konsep tersebut berhasil menghilangkan pembatas antara customer ke produk. Dengan dilepasnya pembatas tersebut, customer bisa punya pengalaman tersendiri.
Untuk mengaplikasikan konsep ini, Dunkin masih dalam tahap transisi. Di dua outlet itu masih disediakan crew untuk membantu. Pada akhirnya, tidak akan ada lagi crew yang membantu pelanggan untuk memilih donat. Rencananya, konsep ini akan berlaku di semua outlet Dunkin yang berjumlah 200-an, dan diperkirakan dapat terwujud dalam kurun waktu 4 tahun.
Konsep self service ini digunakan dengan tujuan meningkatkan penjualan dan menghadapi kompetitor yang semakin gencar. Konsep ini ternyata dapat membuat item-item produk terjual secara merata. Bahkan, untuk beberapa item produk yang tadinya mati bisa hidup kembali. Selain self service, Dunkin juga menyediakan fasilitas hot spot bagi pelanggannya.

2.4 Pengaruh Masuknya Dunkin’ Donut ke Indonesia

Hadirnya suatu Perusahaan Multinasional baru, tentunya membawa pengaruh bagi negara penerima perusahaan tersebut. Demikian pula kehadiran Dunkin’Donuts sendiri yang juga membawa pengaruh bagi masyarakat.
Secara sosial, pengaruh yang dibawa oleh perusahaan Dunkin’Donuts tidak membawa dampak yang signifikan bagi pola kehidupan masyarakat. Ada yang berpendapat bahwa kehadiran MNC dapat mengubah pola hidup masyarakat menjadi lebih konsumtif. Masyarakat dinilai akan saling berlomba-lomba dalam menggunakan (mengonsumsi) produk dari Perusahaan Multinasional tersebut untuk menunjukkan strata sosial mereka dalam kehidupan bermasyarakat. Namun, dalam hal ini tidak terjadi demikian. Sebelum kehadiran Dunkin’Donuts sendiri (tahun 1985), sudah ada American Donuts yang masuk terlebih dahulu pada tahun 1968. Sementara, donuts sendiri bukanlah suatu produk makanan yang baru. Ia sudah ada dan populer di tengah-tengah masyarakat sama seperti halnya roti.
Sedangkan mengenai isu outsourcing yang juga dinilai akan memberikan kontribusi bagi peningkatan jumlah penduduk perumahan kumuh di daerah perkotaan tidak berlaku bagi kehadiran perusahaan ini. Produksi donut yang dihasilkan dari perusahaan ini menggunakan teknologi mesin penggoreng otomatis. Sehingga, tenaga manusia yang digunakan lebih banyak bergerak di bidang Manajemen dan Pelayanan. Hal ini justru membawa dampak yang positif bagi masyarakat, yaitu yaDescription: produk dunkin donutsng paling pokok adalah mengurangi angka pengangguran dan memberdayakan produktivitas sumber daya manusia.  Selain itu, bagi masyarakat pribadi, hal ini dapat meningkatkan keterampilan mereka dalam bidang manajemen dan pemasaran ditambah lagi dengan perluasan jaringan kerja (work networking).
Sedangkan secara ekonomi, kehadiran dan keberadaan Dunkin’Donuts tidak sampai mengancam eksistensi (keberadaan) usaha-usaha donut lokal yang ada. Buktinya saja sampai saat ini kita masih menjumpai penjual-penjual yang menjajakan donut buatan industri rumah tangga ataupun  industri kecil. Baik di pasar-pasar tradisional, sekolah-sekolah maupun kantor, warung, serta pedagang-pedagang keliling. Kehadiran Dunkin’Donuts dianggap sebagai salah satu varian dari jenis-jenis donut yang ada. Selain itu, adanya segmentasi pasar tersendiri dari Dunkin’ Donut, membuat eksistensi usaha-usaha donut lokal yang ada tetap terjaga.
Ada satu hal yang menarik dari pengaruh kehadiran Perusahaan Multinasional Dunkin’Donuts di Indonesia. Secara empiris, hadirnya Dunkin’ Donuts telah menstimulus timbulnya persaingan dari perusahaan lokal sejenis. Terbukti saat ini mulai banyak bermunculan perusahaan donut lokal yang menghasilkan donut-donut berkualitas sampai dengan yang berorientasi pada bentuk resto donut dan kopi. Sebut saja donut I-Crave, Java Donut, Donut Kampoeng Utami (Dku. Donuts Indonesia), Ring Master, sampai perusahaan donut J.CO (milik penata rambut Indonesia ternama, Johnny Andrean) yang semakin digemari para penikmat donut. Dunkin’ Donuts yang merupakan restoran donut dan kopi dengan jaringan terbesar di dunia saat ini terbukti mampu merangsang pertumbuhan perusahaan donut lokal yang ada.
Saat ini bahkan perusahaan donut J.CO dinilai mampu menandingi Dunkin’Donuts dalam hal pelayanan dan kualitas produk yang ditawarkan (berdasarkan jumlah pengunjung yang datang dan antre setiap harinya). Hal ini mungkin sejalan dengan istilah laissez-faire(“let be” atau biarkan saja). Di mana pemerintah membiarkan “Perusahaan” masuk dan berkembang hingga akhirnya mampu memicu persaingan dengan pengusaha lokal. Hal ini mungkin juga sejalan dengan prinsip liberalisme dalam tulisan Adam Smith (1776), yaitu teori The Invisible Hand. Smith yakin pada sifat baik manusia yang mau bekerjasama dan konstruktif. Masyarakat bisa saling bekerja dalam keselarasan dengan sesamanya, walaupun bersaing dalam melayani pelanggan yang sama ataupun menghasilkan produk yang sama.
Kehadiran Donkin Donut’s ini dapat mengubah pola hidup masyarakat menjadi lebih konsumtif. Masyarakat cenderung menganggap positif atas upaya perusahaan ini dalam memperluas jaringan pasarnya. Mereka justru mejadi lebih senang dengan kehadiran perusahaan ini. Karena hal tersebut berkaitan erat dengan strata kehidupan sosial, ataupun berkaitan dengan gaya hidup manusia yang mengarah lebih modern. Hadirnya suatu Perusahaan Multinasional baru, tentunya membawa pengaruh bagi negara penerima perusahaan tersebut. Demikian pula kehadiran Dunkin’Donuts sendiri yang juga membawa pengaruh bagi masyarakat.
Secara sosial, pengaruh yang dibawa oleh perusahaan Dunkin’Donuts tidak membawa dampak yang signifikan bagi pola kehidupan masyarakat. Ada yang berpendapat bahwa kehadiran MNC dapat mengubah pola hidup masyarakat menjadi lebih konsumtif. Masyarakat dinilai akan saling berlomba-lomba dalam menggunakan (mengonsumsi) produk dari Perusahaan Multinasional tersebut untuk menunjukkan strata sosial mereka dalam kehidupan bermasyarakat. Namun, dalam hal ini tidak terjadi demikian. Sebelum kehadiran Dunkin’Donuts sendiri (tahun 1985), sudah ada American Donuts yang masuk terlebih dahulu pada tahun 1968. Sementara, donuts sendiri bukanlah suatu produk makanan yang baru. Ia sudah ada dan populer di tengah-tengah masyarakat sama seperti halnya roti.


2.5 Dampak Kehadiran Dunkin’s Donuts Terhadap Pertumbuhan Dan Perkembangan Usaha Local

Kembali kepada isu mengenai MNC yang mengundang banyak polemik dari berbagai kalangan, terutama mengenai kehadirannya di Negara-Negara Dunia Ketiga. Perusahaan-perusahaan Multinasional dianggap sebagai ancaman bagi usaha-usaha lokal di negara tempat ia berada. Namun, meskipun demikian, pemerintah negara-negara tersebut tetap saja saling berlomba-lomba (bidding wars) untuk menarik investor agar mau menanamkan modalnya di negara mereka dalam bentuk Foreign Direct Investment. Kehadiran MNC terkadang memang membawa keuntungan dan kerugian. Hal inilah yang menjadi perdebatan antara pihak-pihak yang pro dan kontra atas kehadiran Perusahaan Multinasional di negara mereka.
Memang, jika kita lihat dari segi pengukuran kinerja Dunkin’ donut ini, mereka lebih memiliki beberapa unggulan seperti hanya berikut ini:
Dari segi produk, Dunkin Donuts mencoba terus melakukan penyesuaian rasa sesuai kemauan konsumen, tanpa menghilangkan rasa asli donat Amerika. Dunkin memiliki tekstur donat yang agak berbeda pesaingnya. Donat Dunkin lebih tebal teksturnya dan lebih terasa kenyang di perut. Produk-produk donat yang ada di Dunkin kurang lebih sama dengan produk-produk milik kompetitornya, misalnya seperti donat dengan lapisan biji almond.
Dari segi iklan, Dunkin Donuts sepertinya sudah melalui masa-masa dimana iklan memegang peranan penting. Hal ini karena Dunkin Donuts telah memiliki outlet yang sangat banyak di Indonesia, dan memasukkan nama Dunkin sebagai “pemain lama” yang telah banyak dikenal masyarakat. Masuknya Dunkin Donuts sebagai market leader di industri donat Indonesia telah berlangsung sejak tahun 1985.
Dari segi outlet dan layanan, Dunkin tidak menerapkan konsep mempertontonkan proses pembuatan. Namun sejak Oktober 2006, Dunkin meluncurkan konsep layanan self service. Dengan konsep ini, para pelanggan bisa langsung memilih produk yang diinginkannya. Tidak perlu lagi menunjuk produk dan meminta pelayan untuk mengambilkannya. Konsep tersebut berhasil menghilangkan pembatas antara customer ke produk. Dengan dilepasnya pembatas tersebut, customer bisa punya pengalaman tersendiri.
Untuk mengaplikasikan konsep ini, Dunkin masih dalam tahap transisi. Di dua outlet itu masih disediakan crew untuk membantu. Pada akhirnya, tidak akan ada lagi crew yang membantu pelanggan untuk memilih donat. Rencananya, konsep ini akan berlaku di semua outlet Dunkin yang berjumlah 200-an, dan diperkirakan dapat terwujud dalam kurun waktu 4 tahun.
Konsep self service ini digunakan dengan tujuan meningkatkan penjualan dan menghadapi kompetitor yang semakin gencar. Konsep ini ternyata dapat membuat item-item produk terjual secara merata. Bahkan, untuk beberapa item produk yang tadinya mati bisa hidup kembali. Selain self service, Dunkin juga menyediakan fasilitas hot spot bagi pelanggannya.
Pihak yang kontra berpendapat bahwa Perusahaan Multinasional dalam praktiknya membawa lebih banyak kerugian daripada keuntungan bagi negara mereka. Salah satu isu yang paling kontroversial mengenai kehadiran MNC—terutama di negara-negara berkembang—adalah isu mengenai outsourcing. Selain itu, terkadang kedaulatan nasioal juga tergadaikan dengan adanya upaya MNC untuk masuk ke dalam negara tersebut. Upaya alih teknologi yang pada mulanya diisukan sebagai keunggulan dari masuknya perusahaan multinasional di negara-negara berkembang ternyata tidak terbukti. Di samping itu, masih banyak lagi reaksi-reaksi negatif lainnya yang bermunculan akibat masuknya perusahaan multinasional di negara-negara dunia ketiga.
Namun, terkadang orang menjadi lupa bahwa kehadiran Perusahaan Multinasional sebenarnya tidak hanya membawa dampak yang negatif saja bagi negara penerima. Selain membawa modal asing dan pemasukan berupa pajak, MNC sebenarnya juga membawa dampak positif lainnya. Perbincangan mengenai MNC tidak akan berkembang jika hanya mengenai dampak negatif yang dibawa oleh MNC saja. Kehadiran MNC sebenarnya bisa menjadi stimulus bagi berkembangnya usaha-usaha lokal sejenis yang ada bagi negara penerima. Salah satu contoh kasus yang disajikan dalam tulisan ini adalah kehadiran Dunkin’Donuts yang memacu hadirnya usaha-usaha donut lokal seperti J.CO, I-Crave, Java Donut, dan lain sebagainya.
Telah dibahas pada bagian sebelumnya bahwa keberadaan Perusahaan Multinasional Dunkin’Donuts terbukti tidak sampai mengancam eksistensi (keberadaan) perusahaan lokal yang ada. Pedagang-pedagang tradisional banyak yang menjajakan donut-donut dari usaha industri kecil ataupun usaha rumah tangga. Bahkan saat ini pun industri rumahan tersebut banyak yang mengadaptasi adonan kue donat yang lebih lembut. Adanya segmentasi pasar juga menjamin keberlangsungan perusahaan donut-donut lokal. Sehingga kehadiran Dunkin’Donuts tidak terlalu mengancam usaha-usaha tersebut.
Di samping itu, saat ini pun sudah mulai banyak perusahaan-perusahaan donut lokal yang mampu menghasilkan produk-produk donut berkualitas. Bahkan sebagian dari mereka sudah mempunyai nama ataupun membuka gerai berkonsep resto donut dan kopi seperti halnya Dunkin’Donuts. Sebut saja donut I-Crave, Java Donut, J.CO, Donut Oishii, Mister Donut, dan lain sebagainya. Donut-donut lokal ini juga tidak kalah digemarinya oleh para penikmat donut. Sebuah polling dalam sebuah situs internet baru-baru ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kegemaran para penikmat donut terhadap rasa dari jenis-jenis donut yang ada, baik lokal maupun yang dari luar.
Item
Dunki’ donuts
J.CO
Krispy Kreme
iCrave
Donat Pasar
Donat Kentang
Tidak suka donat
Persentase
29,7%
48,6%
0%
2,7%
10,8%
5,4%
2,7%
Total Voters: 37
Keterangan:    
  • Donut Lokal = J.CO, iCrave, Donut Pasar dan Donut Kentang
  • Donut dari Perusahaan Multinasional = Dunkin’Donuts dan Krispy Kreme

Di sini terlihat bahwa jumlah para penikmat donut lokal ternyata jumlahnya justru lebih banyak (sekitar 70%) dibandingkan jumlah penikmat donut dari Perusahaan Multinasional seperi Dunkin’Donuts (30% sisanya). Hal ini karena adanya segmentasi pasar yang berbeda selain karena adanya permasalahan mengenai cita rasa.
Salah satu dari perusahaan-perusahaan donut lokal yang mampu bersaing dengan Perusahaan Dunkin’Donuts adalah J.CO (perusahaan milik penata rambut Johnny Andrean). J.CO mulai berdiri sejak tahun 2005. Perusahaan ini bahkan dianggap mampu menyaingi Dunkin’Donuts dalam hal cita rasa dan pelayanan.  J.CO pun telah membuka gerai-gerainya di mall-mall besar di kota-kota besar di Indonesia. J.CO dianggap sebagai salah satu perusahaan donut lokal yang mampu keluar dari bayang-bayang Perusahaan Multinasional Dunkin’Donuts. Perusahaan donut J.CO dianggap sebagai perusahaan donut lokal yang berhasil membuat gebrakan dalam bisnis di bidang resto donut dan kopi.  J.CO dianggap berhasil “tampil beda” dengan para pemain sebelumnya karena berhasil menawarkan konsep gerai baru.   J.CO menggunakan konsep gerai “Open Kitchen” (sama seperti Bread Talk, keduanya juga berada dalam satu payung perusahaan yang sama). Namun, bukan hanya konsep gerai saja yang membuat J.CO dianggap lebih unggul daripada Dunkin’Donuts. Kualitas jasa (tingkat pelayanan) J.CO juga dinilai lebih baik daripada tingkat pelayanan Dunkin’Donuts.
Di samping itu, kualitas produk dalam hal rasa dan bahan J.CO juga dinilai lebih baik dan lebih berkualitas. J.CO dinilai lebih legit dan lebih lembut bagi para penikmat donut dibandingkan dengan rasa Dunkin’ Donuts. Bahan-bahan yang digunakan juga dinilai baik dan sehat. Misalnya, coklat putih Belgia, yoghurt dan susu bebas lemak, biji kopi yang dikembangkan dari Brazil dan lain sebagainya yang memang dinilai sebagai bahan-bahan yang berkualitas. Selain itu, teknologi mesin penggoreng yang digunakan juga diimpor langsung dari Amerika Serikat.
Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan lokal juga mampu memiliki kualitas dalam hal produk, pelayanan, maupun sistem manajemen yang tidak kalah dengan Perusahaan-Perusahaan Multinasional. Ditambah lagi, perusahaan J.CO juga memiliki “wadah” komunitas berupa J.CO Community dan jejaring sosial berupa facebook. Sehingga memudahkan J.CO untuk menyalurkan info-info kepada para pelanggannya, baik berupa launching gerai ataupun outlet baru, promosi produk, sampai dalam hal pelayanan baru misalnya berupa Midnite Sale. Event-event ataupun kegiatan-kegiatan yang diadakan perusahaan tersebut, biasanya juga diinformasikan melalui sarana media tersebut. Hal ini membuat perusahaan J.CO semakin dekat dengan para pelanggannya.
Tidak hanya memasarkan produknya di dalam negeri (tingkat lokal) saja. J.CO Donuts & Coffee Indonesia juga telah membuka cabang-cabangnya di negara-negara Asia Tenggara.seperti Malaysia, Singapura dan Filipina. Di Malaysia sendiri, J.CO Donuts & Coffee telah membuka gerainya di Kuala Lumpur dan Petaling Jaya, Selangor—yang dianggap sebagai pusat kegiatan ekonomi Malaysia. Saat ini bahkan J.CO dianggap sebagai waralaba resto Donut & Coffe yang laju pertumbuhannya paling cepat di Asia Tenggara.
Fakta-fakta tersebut di atas menunjukkan bahwa, perusahaan-perusahaan lokal terbukti juga tidak kalah bersaing dengan Perusahaan-Perusahaan Multinasional yang berasal dari luar negeri. Bisnis di bidang pangan berupa resto Donut & Coffe merupakan salah satu contoh kemajuan yang dimiliki oleh usaha-usaha lokal. Masih banyak lagi usaha-usaha lokal yang juga “memiliki nama” di tingkat regional bahkan global. Misalnya saja perusahaan Mustika Ratu ataupun Sari Ayu yang merupakan produk di bidang kecantikan. Hal ini tentunya juga menjadi pemicu bagi perusahaan-perusahaan lokal lainnya untuk turut bersaing di era globalisasi ini. Tidak selamanya Perusahaan Multinasional hanya dikuasai oleh negara-negara ekonomi maju. Bahkan saat ini disebutkan bahwa para pelaku MNC dari negara-negara ekonomi maju eksistensinya mulai terancam, karena mendapatkan saingan yang cukup ketat dari negara-negara industri berkembang serta negara-negara berkembang lainnya (new emergent forces).
Dewasa ini kehadiran perusahaan-perusahaan multinasional di bidang ekonomi dan politik dunia, terasa sangat mencolok. Perusahaan-perusahaan multinasional yang “menancapkan kukunya” juga tentu saja memberikan implikasi kepada, saya sebut sebagai, Negara yang di’ekspansi’nya, baik dampak positif maupun dampak negatifnya. Dampak positif pertama yang paling sering disebut-sebut sebagai sumbangan positif penanaman modal asing ini adalah, peranannya dalam mengisi kekosongan atau kekurangan sumber daya antara tingkat investasi yang ditargetkan dengan jumlah actual “tabungan domestik” yang dapat dimobilisasikan. Dampak positif kedua adalah, dengan memungut pajak atas keuntungan perusahaan multinasional dan ikut serta secara financial dalam kegiatan-kegiatan mereka di dalam negeri, pemerintah Negara-negara berkembang berharap bahwa mereka akan dapat turut memobilisasikan sumber-sumber financial dalam rangka membiayai proyek-proyek pembangunan secara lebih baik.
Dampak positif ketiga adalah, perusahaan multinasional tersebut tidak hanya akan menyediakan sumber-sumber financial dan pabrik-pabrik baru saja kepada Negara-negara miskin yang bertindak sebagai tuan rumah, akan tetapi mereka juga menyediakan suatu “paket” sumber daya yang dibutuhkan bagi proses pembangunan secara keseluruhan, termasuk juga pengalaman dan kecakapan manajerial, kemampuan kewirausahaan, yang pada akhirnya nanti dapat dimanifestasikan dan diajarkan kepada pengusaha-pengusaha domestic
Dampak positif keempat adalah, perusahaan multinasional juga berguna untuk mendidik para manajer local agar mengetahui strategi dalam rangka membuat relasi dengan bank-bank luar negeri, mencari alternative pasokan sumber daya, serta memperluas jaringan-jaringan pemasaran sampai ke tingkat internasional. Dampak positif kelima adalah, perusahaan multinasional akan membawa pengetahuan dan teknologi yang tentu saja dinilai sangat maju dan maju oleh Negara berkembang mengenai proses produksi sekaligus memperkenalkan mesin-mesin dan peralatan modern kepada Negara-negara dun ia ketiga.
Selain dampak positif yang telah dikatakan diatas, tentu saja dalam pelaksanaan kegiatan ekonominya, perusahaan multinasional juga mempunyai dampak negatif yang terjadi pada Negara tamu. Pada umumnya pasar yang menjadi sasaran pemasaran perusahaan multinasional ini memang adalah Negara-negara yang notabenenya adalah Negara-negara yang sedang berkembang atau Negara-negara dunia ketiga. Hal ini mereka lakukan karena Negara-negara dunia ketiga ini dinilai belum mempunyai perlindungan yang baik atau belum mempunyai “kekuatan” yang cukup untuk menolak “kekuatan” daripada perusahaan-perusahaan raksasa multinasional ini sehingga bukan tidak mungkin mereka bisa melakukan intervensi terhadap pemerintahan yang dilangsungkan oleh Negara yang bersangkutan, atau dengan kata lain Negara-negara ini menghadapi dilema di mana sebagian besar negara terlalu lemah untuk menerapkan prinsip aturan hukum, dan juga perusahaan-perusahaan raksasa ini sangat kuat menjalankan kepentingan ekonomi untuk keuntungan mereka sendiri.
Kemudian kita juga harus menyadari bahwa perusahaan-perusahaan mutinasional ini tidak tertarik untuk menunjang usaha pembangunan suatu Negara. Perhatian mereka hanya tertuju kepada upaya maksimalisasi keuntungan atau tingkat hasil financial atas setiap sen modal yang mereka tanamkan. Perusahaan-perusahaan multi nasional ini senantiasa mencari peluang ekonomi yang paling menguntungkan, dan mereka tidak bisa diharapkan untuk memberi perhatiam kepada soal-soal kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan lonjakan pengangguran. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan multinasional hanya sedikit memperkerjakan tenaga-tenaga setempat. Operasi mereka cenderung terpusat di sector modern yang mampu menghasilkan keuntungan yang maksimal yaitu di daerah perkotaan.
Selain tidak bisa diharapkan untuk ikut membantu mengatasi masalah ketenagakerjaan di Negara tuan rumah, mereka bahkan seringkali memberi pengaruh negative terhadap tingkat upah rata-rata, karena mereka biasanya memberikan gaji dan aneka tunjangan kesejahteraan yang jauh lebih tinggi ketimbang gaji gaji rata-rata kepada para karyawannya, baik itu yang berasal dari Negara setempat atau yang didatangkan dari Negara-negara lain. Di atas telah dikatakan bahwa keuatan mereka juga ditunjang oleh posisi oligopolitik yang mereka genggam dalam perekonomian domestik atau bahkan internasional pada sektor atau jenis-jenis produk yang mereka geluti. Hal ini bertolak berlakang dari keyataan bahwa mereka cenderung beroperasi di pasar-pasar yang dikuasai oleh beberapa penjual dan pembeli saja. Situasi seperti ini memberi mereka kemampuan serta kesempatan yang sangat besar untuk secara sepihak menentukan harga-harga dan laba yang mereka kehendaki, bersekongkol dengan perusahaan lainnya dalam membagi daerah operasinya serta sekaligus untuk mencegah atau membatasi masuknya perusahaan-perusahaan baru yang nantinya dikhawatirkan akan menjadi saingan mereka.
Hal-hal tersebut mereka upayakan dengan menggunakan kekuatan yang mereka miliki dalam penguasaan teknologi-teknologi baru yang paling canggih dan efisien, keahlian-keahlian khusus, diferensiasi produk, serta berbagai kegiatan periklanan secara gencar dan besar-besaran untuk mempengaruhi, kalau perlu mengubah, selera dan minat konsumen. Kemudian walaupun dampak-dampak awal (berjangka awal) dari penanaman modal perusahaan multinasional memang dapat memperbaiki posisi devisa Negara yang menerima mereka (Negara tuan rumah), tetapi dalam jangka panjang dampak-dampaknya justru negatif, yakni dapat mengurangi penghasilan devisa itu, baik dari sisi neraca transaksi berjalan maupun neraca modal. Neraca transaksi berjalan bisa memburuk karena adanya impor besar-besaran atas barang-barang setengah jadi dan barang modal oleh perusahaan multinasional itu, dan hal tersebut masih diperburuk lagi oleh adanya pengiriman kembali keuntungan hasil bunga, royalty, dan biaya-biaya jasa manajemen ke Negara asalnya. Jadi praktis pihak Negara tuan rumah tidak memperoleh bagian keuntungan yang adil dan wajar.

Selain itu perusahaan-perusahaan multinasional berpotensi besar untuk merusak perekonomian tuan rumah dengan cara menekan timbulnya semangat bisnis para usahawan local, dan menggunakan tingkat penguasaan pengetahuan teknologi mereka yang superior, jaringan hubungan luar negeri yang luas dan tertata baik, keahlian dan agresivitas di bidang periklanan, serta penguasaan atas berbagai berbagai jenis jasa pelengkap lainnya untuk mendorong keluar setiap perusahaan local yang cukup potensial yang dianggap mengganggu atau mengancam dalam kancah persaingan, dan sekaligus untuk menghalangi munculnya perusahaan-perusahaan baru yang berpotensi untuk menjadi saingan mereka. Perusahaan-perusahaan multinasional juga sering menggunakan kekuatan ekonomi mereka untuk mempengaruhi, menyuap, dan memanipulasi berbagai kebijakan pemerintah di Negara tuan rumah ke arah yang tidak menguntungkan bagi pembangunannya.

Dampak Negatif Perusahaan Multinasional

Alasan utama banyaknya negara berhati-hati sebelum mengizinkan operasi suatu perusahaan multinasional di negaranya adalah dampak-dampak negatif yang mungkin ditimbulkannya. Salvatore paling tidak menyebutkan  6 dampak ini di dalam bukunya,
Terhadap negara asal
  1. Hilangnya sejumlah lapangan kerja domestik. Ini karena perusahaan multinasional mengalihkan sebagian modal dan aktivitas bisnisnya ke luar negeri.
  2. Ekspor teknologi, yang oleh sebagian pengamat, secara perlahan-lahan akan melunturkan prioritas teknologi negara asal dan pada akhirnya mengancam perekonomian negara bersangkutan.
  3. Kecenderungan praktik pengalihan harga sehingga mengurangi pemasukan perpajakan
  4. Mempengaruhi kebijakan moneter domestik.

Terhadap negara tuan rumah:
  1. Keengganan cabang perusahaan multinasional untuk mengekspor suatu produk karena negara tersebut bukan mitra dagang negara asalanya.
  2. Mempengaruhi kebijakan moneter negara yang bersangkutan.
  3. Budaya konsumsi yang dibawa perusahaan tersebut bisa mengubah budaya konsumsi konsumen local dan pada akhirnya mematikan unit-unit usaha tradisional.

Dan tentu saja dampak-dampak lainnya masih banyak mengingat masalah ini adalah masalah yang kompleks. Mulai dari politik yang mempengaruhinya, belum lagi bidang lainnya yang mempengaruhi dan dipengaruhi baik di bidang sosial, budaya, pendidikan dan sebagainya.
Selain dampak gaya hidup, dampak positif yang paling utama adalah mengurangi angka pengangguran dan memberdayakan produktivitas sumber daya manusia. Bagi mereka, hal ini menjadi sebuah kesempatan dalam meningkatkan keterampilan mereka dalam bidang manajemen dan pemasaran ditambah lagi dengan perluasan jaringan kerja. Sedangkan secara ekonomi, kehadiran dan keberadaan Dunkin Donut’s ini tidak mengancam eksistensi industri dalam negeri. Terbukti sampai saat ini masih banyak para penjual donut-donut lokal yang mulai menjual makanannya di berbagai tempat. Seperti di pasar, sekolah, kantor, warung serta pedagang-pedagang keliling. Hal ini membuktikan bahwa kehadiran perusahaan ini membuat eksistensi usaha donut lokal yang ada tetap terjaga.
Selain itu, dampak dari kehadiran perusahaan ini yang paling menarik dianalisis adalah menstimulus persaingan produk lokal didalam negeri, dimana produk internasional  ini tidak mematikan pasar dalam negeri, malah sebaliknya produk internasional ini mampu menandingi kualitas ataupun pemasaran perusahaan asing. Seperti halnya banyak para pemilik donut lokal yang bermunculan di Indonesia ,dimana mereka berkreasi menciptakan sebuah inovasi baru bagi produk yang mereka tawarkan. Contoh produk tersebut adalah Donut J-CO, I-Crave ,Java Donut,dll. Mereka terbukti mampu merangsang pertumbuhan perusahaan donut lokal yang ada. Bahkan perusahaan donut J-CO yang merupakan perusahaan milik penata rambut terkenal yaitu Johnny Andrean dilihat mampu menandingi Dunkin Donut’s dalam segala hal, tentunya dalam hal kualitas produk yang banyak digemari masyarakat Indonesia, seperti para remaja putra-putri maupun usia lanjut.
Selain perusahaan J-CO milik penata rambut Johnny Andrean, masih banyak lagi industri lokal seperti halnya produk home industry yang berlomba-lomba mengembangkan donut-donut dengan berciri khas unik dibandingkan dengan donut lainnya. Mereka memulai sebuah inovasi baru dengan kemasan yang menaraik dan kualitas kelezatannya terjamin. Sehingga produk mereka tidak kalah tandingannya dengan donut-donut yang berada di mall-mall sekitarnya. Mereka mencoba untuk menghasilkan kualitas terbaik dengan menciptakan harga yang cukup ekonomis bagi masyarakat kalangan menengah ke bawah. Sehingga para penikmat donut dari berbagai kalangan mampu membeli produk tersebut tanpa harus mengeluarkan ongkos yang relatif mahal.
Hal tersebut merupakan sebuah terobosan baru bagi Indonesia untuk dapat menjadikan hambatan menjadi sebuah peluang. Salah satunya dengan eksistensi atau keberadaan multinasional yang dipandang negatif, mampu  dijadikan masyarakat Indonesia dipandang positif sebagai kesempatan yang menguntungkan. Sehingga dengan berkembangnya perusahaan lokal ini, beberapa manfaat yang dapat dipetik adalah dapat mengembangkan sumber daya manusia, salah satunya dengan menciptakan lapangan kerja lebih banyak di dalam negeri, menambah income perkapita, memberikan peluang maupun kesempatan bagi pengusaha lokal untuk mengekspor produknya ke luar negeri, dan tentunya memiliki prestise yang tinggi di kancah internasional. Seperti halnya J-CO yang mulai memasarkan produknya ke berbagai negara, yaitu Filiphina, Malaysia, Singapura dan negara-negara lainnya.
Disamping itu perusahaan lokal juga mampu memiliki kualitas dalam hal pelayanan, maupun sistem manajemen yang tidak kalah menariknya dengan perusahaan multinasional. Seperti halnya J-CO mulai mengembangkan segi pemasarannya melalui media internet sebagai ajang jejaring sosial yang banyak digemari masyarakat Indonesia. Beberapa varian produk, berikut harga dan segmentasi pasarnya mulai dikembangkan melalui jejaring sosial ini. Bahkan event-event yang sering diselenggarakan oleh perusahaan lokal ini mampu meningkatkan penggemar donut di Indonesia. Hal tersebut dapat dikatakan sebuah langkah yang baik bagi pengembangan produk dalam negeri dan juga menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan lokal terbukti tidak kalah bersaing dengan perusahaan multinasional yang berasal dari luar negeri. 
Kemudian, berkaitan dengan fakta-fakta kasus yang telah dijelaskan diatas, penulis berusaha untuk mengkaitkannya dengan teori sistem dunia yang dikemukakan oleh Wallerstain dimana strategi dalam proses kenaikan kelas, akan terjadi dengan merebut kesempatan kepada beberapa negara yang telah siap, seperti halnya Indonesia itu sendiri mampu meraih kesempatan ini dengan lebih baik. Salah satunya dengan munculnya produk makanan Dunkin Donuts ini sangat mempengaruhi pengusaha lokal ke arah positif dalam berkreasi mengembangkan bisnisnya di dalam negeri. Tidak hanya produk makanan seperti Dunkin Donuts, alat perangkat mesin canggih yang digunakan Indonesia pun telah mulai dikembangkan sendiri. Mungkin pada awalnya negara Indonesia mengimpor alat canggih teknologi dari luar negeri dalam mengolah produknya.
Namun hal ini menjadi kesempatan bagi Indonesia dengan mencoba untuk merakit kembali teknologi tersebut, dengan membongkar komponen-komponen khusus yang ada di dalamanya. Sehingga masyarakat akan lebih mempelajari lebih dalam terkait alat canggih tersebut. Sehingga ketika alat canggih tersebut mengalami kerusakan ataupun gangguan, mereka tidak perlu lagi membeli mesin yang baru. Mereka bisa memperbaikinya sendiri karena telah mempelajari mesin tersebut. Dari sini mereka bahkan bisa merakit dan memproduksi mesin tersebut (produksi lokal) tanpa perlu membeli lagi dari luar. Hal ini mungkin patut dicontoh sebagai usaha alih-alih transfer teknologi yang dipromosikan sebagai keuntungan masuknya perusahaan asing.

2.6 Penanggulangan Dampak Negatif Perusahaan Multinasional

Perusahaan multinasional, seperti halnya perusahaan komersial lainnya akan tetap dan selalu bersifat  profit oriented. Disini akan timbul suatu masalah dalam kaitannya dengan penanggulangan dampak negative perusahaan multinasional. Program-program penanggulangan dampak negative, bisa dicontohkan asuransi kesehatan pegawai, pajak lingkungan hidup (di luar negeri), jamsostek, reservasi lingkungan, akan dianggap sebagai suatu inefisiensi karena sifat profit orientednya tadi, dimana perusahaan berusaha mencari keuntungan yang sebesar-besarnya sebagai bentuk pertanggungjawabannya terhadap shareholder. Sehingga tidak akan tercapai titik temu antara tujuan perusahaan dengan tujuan masyarakat. Disinilah pemerintah mengambil peranannya.
Namun, tidak selamanya hal ini bisa dilakukan oleh pemerintah apalagi pemerintah yang korup. Demi peningkatan usaha penanggulangan dampak negatif MNC, harus dicari akar masalah dari hambatan atas penanggulangan ini. Ekonom dan peraih nobel, Joseph E stiglitz dalam bukunya Making Globalization Works (2006) mengemukan 4 dilema yang dialami perusahaan sehingga mereka sebenarnya tidak mau melakukan usaha penanggulangan dampak negatif atas aktivitas yang mereka lakukan.

  1. Sifatnya yang profit oriented, sebagaimana penjelasannya di atas.
  2. Kompetisi. Ini mengakibatkan perusahaan harus melakukan operasi seefisien mungkin dengan cara menghasilkan untung yang sebesar-besarnya dan menekan biaya dalam waktu singkat agar dapat tetap survive. Dalam kondisi seperti ini, tentu perusahaan akan menghindari segala biaya yang tidak esensial bagi operasi seperti, misalkan biaya pembangunan rumah sakit bagi warga sekitar.
  3. Kekuatan ekonomi dan politik, mengingat kekuatan peusahaan multinasional yang luar biasa secara ekonomi dan politik, perusahaan semacam ini bisa saja “membeli” negara-negara yang memang sedang membutuhkan modal dari mereka. Contohnya Freeport di Papua dan Exxon di Aceh. Dilema akan terjadi karena semakin perusahaan ini berperan dalam pembangunan sosial ekonomi semakin pembangunan ditentukan oleh praktik-praktik untuk memenuhi interest dari perusahaan tersebut. Misalnya Freeport memang membangun rumah-rumah sakit,jalan sekolah, tetapi warga sekitar tetap mengeluh. Mereka mengeluh karena kenyataannya fasilitas-fasilitas tersebut untuk melayani kepentingan pegawai dan staf perusahaan saja.
  4. Kolusi perusahaan-pemerintah. Perusahaan bisa melakukan lobi-lobi kepada para birokrat, baik daerah maupun pusat untuk membuat undang-undang yang memenuhi interest dan kebutuhan mereka. Tidak jarang biaya untuk melakukan lobi-lobi ini melebihi biaya investasi lainnya. Perusahaan perminyakan seringkali mengurangi biaya kompensasi dan konservasi alam dengan cara menyuap pejabat publik. Lagipula kebijakan tersebut adalah banyak dipengaruhi  pejabat publik dan perusahaan saja, tetapi minim partisipasi masyarakat sehingga tidak jarang mengabaikan hak-hak publik. Contoh yang bagus adalah kasus Freeport di Indonesia, “Dalam 20 tahun berikutnya, proses pemakaian tanah yang tidak transparan—dan pemindahan paksa komunitas lokal—berlanjut pada 1995, anggota-anggota masyarakat memahami untuk pertama kalinya bahwa, menurut sumber-sumber pemerintah, mereka telah menyerahkan tanah-tanah ulayat di wilayah Timika (hampir 1 juta hektar) kepada pemerintah untuk penempatan transmigrasi, termasuk kota Timika dan lokasi Freeport yang baru, Kuala Kencana.” (Aderito de Jesus Soares, jurnal LIBERTASAUN V/2005)

Dari akar masalah di atas paling tidak bisa dirumuskan 3 pendekatan dalam menanggulangi masalah di  atas sebagai  berikut:

  1. Pendekatan hukum. Dilema perusahaan akan profit oriented dapat dicegah melalui legislasi, dimana peraturan perundang-undangan yang mengikat semua pihak akan menempatkan perusahaan pada standar yang sama. Perusahaan yang berbisnis dengan standar tinggi pasti akan menyambut baik hal ini. Perusahaan yang berbisnis dengan standar tinggi, dalam menjalankan praktiknya akan memperhatikan etika berbisnis (code of conduct). Peraturan dan legislasi akan melindungi perusahaan  tersebut terhadap kompetisi yang tidak fair dari perusahaan yang tidak memenuhi standar yang sama. Pentingnya peraturan dan hukum ini, seperti dikatakan oleh stiglitz, “tanpa tekanan peraturan pemerintah dan masyarakat, korporasi enggan melindungi dampak lingkungan secara memadai. Sejatinya mereka memiliki motivasi untuk merusak lingkungan hidup jika hal tersebut dapat menyelamatkan uang mereka”
  2. Pendekatan sosial dan etika. Pendekatan lainnya untuk menjamin pertanggungjawaban publik perusahaan multinasional ialah melalui berbagai macam tekanan  sosial dan etik masyarakat. Paling tidak ada 4 kelompok yang dapat mengadakan presure antara lain, konsumen, investor, pekerja dan LSM. Menurut Wegner-Tsukamoto, kelompok ini dapat menciptakan apa yang disebut “ethical capital” yang artinya nilai yang merasuki empat kelompok tadi untuk melakukan gerakan moral secara aktif. Contoh nyatanya adalah boikot yang dilakukan Gandhi, tentu saja diikuti pengikutnya, atas perusahaan kapas kolonialis Inggris di India, kemudian boikot partai solidaritas buruh di Glasgow atas perusahaan galangan kapal. Kemudian, contoh dari LSM yang memberikan tekanan adalah yang sering didengar tentang kampanye “blood diamond” di Sierra atau “Dirty Oil” di Nigeria yang cukup efektif menarik perhatian dunia sehingga perusahaan multinasional yang bersangkutan tidak bisa seenaknya sendiri. Kasus di Indonesia yang terkenal adalah kasus Freeport di mana LSM bentukan masyarakat/ suku lokal bernama LEMASA  (Lembaga Masyaraka Adat Komoro) mengajukan gugatannya di pengadilan New Orleans, kota dimana  kantor pusat Freeport berada.
  3. Rahmad Paul,  master pada Conflict Transformation di Center for Justice and Peacebuilding Eastern Mennonite University, US menyarankan pendekatan melalui transformasi konflik. Konflik itu seperti pedang bermata dua, di satu sisi bisa menghambat tetapi jika dikelola dengan baik dapat menjadikannya sesuatu yang konstruktif. Kalau dinamika konflik dikelola secara tepat akan berdampak pada perubahan sosial yang transformative dan significant bagi kepentingan rakyat banyak. Negosiasi dan mediasi konflik merupakan cara pendekatan yang berprinsip pada nonkekerasan dan dialog untuk mengakomodasi kepentingan semua pihak yang bertikai. Para pihak yang berkonflikperlu duduk bersama dan setara di meja perundingan negosiasi guna mencari titik temu dan menjembatani perbedaan persepsi dan kepentingan dan secara bersama-sama membangun consensus yang membangun dan mengakomodasi semua pihak.

Adapun Nopirin,  Ph.D dalam bukunya ekonomi internasional jilid 3 mengungkapkan setidaknya  ada 5 cara dalam hal pengaturan  perusahaan multinasional demi penghindaran efek buruk yang mungkin terjadi:

  1. Pengaturan tentang masuknya MNC. Pengaturan meliputi penilaian tentang kemungkinan efek suatu perusahaan multinasional di masa yang akan datang terhadap politik dan ekonomi negara yang bersangkutan. Jika penilaian ini menunjukkan kemungkinan yang sangat buruk atau dengan kata lain kerugiannya lebih besar daripada keuntungannya, maka perusahaan multinasional tersebut ditolak kehadirannya.
  2. Penentuan sektor-sektor tertentu yang sudah tertutup untuk investasi asing  atau penentuan pemilikan, sehingga memberi peluang pada wiraswasta local untuk ikut melakukan kegiatan atau mengambil keputusan.
  3. Negara penerima dapat mengatur kegiatan perusahaan multinasional dengan cara membatasi bahan yang diimpor, penentuan harga produk, pengaturan tentang kredit, pemilikan serta pengaturan tentang efeknya terhadap lingkungan.
  4. Negara penerima melakukan pengaturan tentang keuntungan yang boleh dikirimkan kembali ke negara induk.
  5. Negara penerima dapat melakukan nasionalisasi perusahaan multinasional. Biasanya ini adalah tindakan terakhir yang dilakukan suatu negara dan harus dipertimbangkan secara hati-hati karena hal ini dapat melenyapkan minat investor untuk berinvestasi di masa-masa yang akan datang.

Pada kenyataannya, memang suatu negara  tidak akan membiarkan perusahaan multinasional untuk sertamerta masuk dan beroperasi di wilayahnya. Akan banyak terdapat pembatasan-pembatasan. Negara Kanada misalnya, saat ini menerapkan tingkat pajak yang lebih tinggi terhadap anak atau cabang perusahaan asing, termasuk perusahaan patungan, dengan jumlah saham yang dikuasai warga Kanada kurang dari 25%. India secara ketat membatasi sector-sektor industry yang boleh menerima penanaman modal asing secara langsung. Beberapa negara berkembang bahkan tidak memperbolehkan perusahaan yang sahamnya dikuasai 100% oleh pihak asing.


BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Dewasa ini pertumbuhan Perusahaan Multinasional (Multinational Corporations) semakin berkembang pesat. Eksistensi Multinational Corporations (selanjutnya disebut MNC)sendiri sudah ada sejak lama, bahkan sejak sebelum Perang Dunia I dimulai. Sejak awal kehadirannya, hingga pertengahan tahun 1980an  MNC sudah tumbuh berkali-kali lipat lebih cepat dibandingkan pertumbuhan perdagangan dunia. MNC memiliki jenis-jenis yang beragam, mulai dari perusahaan eksplorasi tambang migas dan mineral, perusahaan-perusahaan manufaktur, hingga ke bidang pendidikan serta gerai-gerai pangan seperti kafe. Salah satu Perusahaan Multinasional yang bergerak di bidang kafe ataupun gerai-gerai pangan adalah Dunkin’ Donuts, atau yang lebih akrab disingkat dengan sebutan DD.
Meskipun demikian, Dunkin’ Donuts-lah yang dinilai paling berhasil dalam meluaskan jaringan pasarnya di Indonesia, bahkan di dunia. Dunkin’ Donuts telah berhasil membuka lebih dari 8.800 gerai  donatnya di lebih dari 35 negara di berbagai benua. Di Indonesia sendiri Dunkin’ Donuts telah membuka 200 gerai lebih di kota-kota besar di seluruh Indonesia, seperti Medan, Yogyakarta, Bandung, Bali, Surabaya, Makassar, Jakarta, dan kota-kota lainnya di Indonesia. Dunkin’Donuts telah berhasil menjadi model dalam hal pelayanan serta konsep gerai yang dimilikinya. Bahkan Dunkin’Donuts terkadang dianggap sebagai bayang-bayang bagi perusahaan donut lainnya. Di Jogjakarta, Dunkin’ Donuts telah merambah ke mall-mall, swalayan serba ada, jalan-jalan di malioboro, hingga ke bookstore-bookstore seperti Gramedia.
Dunkin’ Donuts sendiri mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1985, dengan gerai pertamanya di Jl. Hayam Wuruk, Jakarta Pusat. Sebenarnya, Dunkin’ Donuts bukan merupakan perusahaan donut multinasional pertama yang masuk ke Indonesia.  Di tahun 1968, American Donut merupakan perintis donat pertama yang digoreng dengan mesin otomatis di Pekan Raya Jakarta. Selain membuka gerainya di  pekan raya,  American Donut juga membuka gerainya di berbagai tempat di Jakarta. Selain itu, masih ada perusahaan-perusahaan multinasional donut lainnya yang juga berusaha mengimbangi gerak Dunkin’ Donuts, seperti Country Style Donuts asal Kanada, Donuts Xpress asal Australia, Krispy Kreme yang juga berasal dari AS, serta masih banyak lagi perusahaan-perusahaan donut lainnya.

Kembali kepada isu mengenai MNC yang mengundang banyak polemik dari berbagai kalangan, terutama mengenai kehadirannya di Negara-Negara Dunia Ketiga. Perusahaan-perusahaan Multinasional dianggap sebagai ancaman bagi usaha-usaha lokal di negara tempat ia berada. Namun, meskipun demikian, pemerintah negara-negara tersebut tetap saja saling berlomba-lomba (bidding wars) untuk menarik investor agar mau menanamkan modalnya di negara mereka dalam bentuk Foreign Direct Investment.Kehadiran MNC terkadang memang membawa keuntungan dan kerugian. Hal inilah yang menjadi perdebatan antara pihak-pihak yang pro dan kontra atas kehadiran Perusahaan Multinasional di negara mereka.
Pihak yang kontra berpendapat bahwa Perusahaan Multinasional dalam praktiknya membawa lebih banyak kerugian daripada keuntungan bagi negara mereka. Salah satu isu yang paling kontroversial mengenai kehadiran MNC—terutama di negara-negara berkembang—adalah isu mengenai outsourcing. Selain itu, terkadang kedaulatan nasioal juga tergadaikan dengan adanya upaya MNC untuk masuk ke dalam negara tersebut. Upaya alih teknologi yang pada mulanya diisukan sebagai keunggulan dari masuknya perusahaan multinasional di negara-negara berkembang ternyata tidak terbukti. Di samping itu, masih banyak lagi reaksi-reaksi negatif lainnya yang bermunculan akibat masuknya perusahaan multinasional di negara-negara dunia ketiga.
Namun, terkadang orang menjadi lupa bahwa kehadiran Perusahaan Multinasional sebenarnya tidak hanya membawa dampak yang negatif saja bagi negara penerima. Selain membawa modal asing dan pemasukan berupa pajak, MNC sebenarnya juga membawa dampak positif lainnya. Perbincangan mengenai MNC tidak akan berkembang jika hanya mengenai dampak negatif yang dibawa oleh MNC saja. Kehadiran MNC sebenarnya bisa menjadi stimulus bagi berkembangnya usaha-usaha lokal sejenis yang ada bagi negara penerima. Salah satu contoh kasus yang disajikan dalam tulisan ini adalah kehadiran Dunkin’Donuts yang memacu hadirnya usaha-usaha donut lokal seperti J.CO, I-Crave, Java Donut, dan lain sebagainya.
Secara sosial, pengaruh yang dibawa oleh perusahaan Dunkin’Donuts tidak membawa dampak yang signifikan bagi pola kehidupan masyarakat. Ada yang berpendapat bahwa kehadiran MNC dapat mengubah pola hidup masyarakat menjadi lebih konsumtif.
Masyarakat dinilai akan saling berlomba-lomba dalam menggunakan (mengonsumsi) produk dari Perusahaan Multinasional tersebut untuk menunjukkan strata sosial mereka dalam kehidupan bermasyarakat. Namun, dalam hal ini tidak terjadi demikian. Sebelum kehadiran Dunkin’Donuts sendiri (tahun 1985), sudah ada American Donuts yang masuk terlebih dahulu pada tahun 1968. Sementara, donuts sendiri bukanlah suatu produk makanan yang baru. Ia sudah ada dan populer di tengah-tengah masyarakat sama seperti halnya roti.
Sedangkan mengenai isu outsourcing—yang juga dinilai akan memberikan kontribusi bagi peningkatan jumlah penduduk perumahan kumuh di daerah perkotaan tidak berlaku bagi kehadiran perusahaan ini. Produksi donut yang dihasilkan dari perusahaan ini menggunakan teknologi mesin penggoreng otomatis. Sehingga, tenaga manusia yang digunakan lebih banyak bergerak di bidang Manajemen dan Pelayanan. Hal ini justru membawa dampak yang positif bagi masyarakat, yaitu yang paling pokok adalahmengurangi angka pengangguran dan memberdayakan produktivitas sumber daya manusia.  Selain itu, bagi masyarakat pribadi, hal ini dapat meningkatkan keterampilan mereka dalam bidang manajemen dan pemasaran ditambah lagi dengan perluasan jaringan kerja (work networking).
Sedangkan secara ekonomi, kehadiran dan keberadaan Dunkin’Donuts tidak sampai mengancam eksistensi (keberadaan) usaha-usaha donut lokal yang ada. Buktinya saja sampai saat ini kita masih menjumpai penjual-penjual yang menjajakan donut buatan industri rumah tangga ataupun industri kecil. Baik di pasar-pasar tradisional, sekolah-sekolah maupun kantor, warung, serta pedagang-pedagang keliling. Kehadiran Dunkin’Donuts dianggap sebagai salah satu varian dari jenis-jenis donut yang ada. Selain itu, adanya segmentasi pasar tersendiri dari Dunkin’ Donut, membuat eksistensi usaha-usaha donut lokal yang ada tetap terjaga.
Di samping itu, saat ini pun sudah mulai banyak perusahaan-perusahaan donut lokal yang mampu menghasilkan produk-produk donut berkualitas. Bahkan sebagian dari mereka sudah mempunyai nama ataupun membuka gerai berkonsep resto donut dan kopi seperti halnya Dunkin’Donuts. Sebut saja donut I-Crave, Java Donut, J.CO, Donut Oishii, Mister Donut, dan lain sebagainya. Donut-donut lokal ini juga tidak kalah digemarinya oleh para penikmat donut. Sebuah polling dalam sebuah situs internet baru-baru ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kegemaran para penikmat donut terhadap rasa dari jenis-jenis donut yang ada, baik lokal maupun yang dari luar.
3.2  Kritik dan Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini tentang “Perusahaan Frienchise Dunkin Donut’s”, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.






 DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Perusahaan Multinasional dan Dampaknya. Desember 2006.

(online), (http://sigitbim.blogspot.com/), diakses 31 Maret 2014
(online), (http://www.dunkindonuts.co.id/location.php), diakses 31 Maret 2014
(online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Donat), diakses 5 April 2014
(online), (http://adinugroho5.wordpress.com/2010/11/18/dampak-dampak-negative-perusahaan-multinasional-mnc-serta-penanggulangannya/), diakses 31 Maret 2014
(online), (http://ekanita.blogspot.com/), diakses 5 April 2014
(online), (http://www.eprints.uny.ac.id), diakses 5 April 2014






4 comments:

  1. Halo, saya Ainah Ann, saat ini saya tinggal di indonesia. Saya hampir muak dengan kehidupan beberapa bulan yang lalu karena saya membutuhkan uang untuk membayar tagihan saya, dan karena situasi saya, saya sangat ingin mendapatkan pinjaman untuk membayar tagihan saya yang sudah dikeluarkan dan membiayai bisnis saya. Semua usaha saya untuk mendapatkan pinjaman dari perusahaan pinjaman swasta dan korporasi internet ini benar-benar sia-sia.
     
    Poin terakhir saya untuk mengatakan selamat tinggal pada pencarian pinjaman adalah ketika Tuhan menyerahkan kepada saya sarana rezeki saya untuk bisnis dan mata pencaharian saya sampai saat ini, yang memberi saya pinjaman sebesar 750 juta Rupee Indonesia. Saya hanya harus bersaksi secara online ini karena saya tahu ada banyak orang di luar sana yang mencari jenis perbuatan baik ini, dan pada saat yang sama saya harus menceritakan dunia tentang kesempatan besar yang menanti mereka.
     
    Mengamankan pinjaman tanpa jaminan, Tidak ada pemeriksaan kredit, tidak ada penandatanganan, dan tidak ada biaya pinjaman, hanya dengan tingkat bunga 2% saja dan rencana pembayaran dan jadwal yang lebih baik. Jangan buang waktu lagi, dan bayar tagihan Anda dengan bantuan Maureen Kurt Financial Service. Anda dapat menghubungi dia melalui (maureenkurtfinancialservice@gmail.com). Dia wanita yang baik hati dan kebajikan, jadi jangan takut untuk bertemu dengannya untuk meminta bantuan. Jika ada keraguan atau ketakutan, Anda selalu bisa menghubungi saya melalui ainahann10@gmail.com

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

      Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

      Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

      Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

      Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

      Delete
  2. Halo, saya Ainah Ann, saat ini saya tinggal di indonesia. Saya hampir muak dengan kehidupan beberapa bulan yang lalu karena saya membutuhkan uang untuk membayar tagihan saya, dan karena situasi saya, saya sangat ingin mendapatkan pinjaman untuk membayar tagihan saya yang sudah dikeluarkan dan membiayai bisnis saya. Semua usaha saya untuk mendapatkan pinjaman dari perusahaan pinjaman swasta dan korporasi internet ini benar-benar sia-sia.
     
    Poin terakhir saya untuk mengatakan selamat tinggal pada pencarian pinjaman adalah ketika Tuhan menyerahkan kepada saya sarana rezeki saya untuk bisnis dan mata pencaharian saya sampai saat ini, yang memberi saya pinjaman sebesar 750 juta Rupee Indonesia. Saya hanya harus bersaksi secara online ini karena saya tahu ada banyak orang di luar sana yang mencari jenis perbuatan baik ini, dan pada saat yang sama saya harus menceritakan dunia tentang kesempatan besar yang menanti mereka.
     
    Mengamankan pinjaman tanpa jaminan, Tidak ada pemeriksaan kredit, tidak ada penandatanganan, dan tidak ada biaya pinjaman, hanya dengan tingkat bunga 2% saja dan rencana pembayaran dan jadwal yang lebih baik. Jangan buang waktu lagi, dan bayar tagihan Anda dengan bantuan Maureen Kurt Financial Service. Anda dapat menghubungi dia melalui (maureenkurtfinancialservice@gmail.com). Dia wanita yang baik hati dan kebajikan, jadi jangan takut untuk bertemu dengannya untuk meminta bantuan. Jika ada keraguan atau ketakutan, Anda selalu bisa menghubungi saya melalui ainahann10@gmail.com

    ReplyDelete
  3. Halo Semua, nama saya Jane alice seorang wanita dari Indonesia, dan saya bekerja dengan kompensasi Asia yang bersatu, dengan cepat saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua orang Indonesia yang mencari pinjaman Internet agar berhati-hati agar tidak jatuh ke tangan penipu dan fraudstars banyak kreditur kredit palsu ada di sini di internet dan ada juga yang asli dan nyata,

    Saya ingin membagikan testimonial tentang bagaimana Tuhan menuntun saya kepada pemberi pinjaman sebenarnya dan dana pinjaman Real telah mengubah hidup saya dari rumput menjadi Grace, setelah saya tertipu oleh beberapa kreditor kredit di internet, saya kehilangan banyak uang untuk membayar pendaftaran. biaya. . , Biaya garansi, dan setelah pembayaran saya masih belurrm mendapat pinjaman saya.

    Setelah berbulan-bulan berusaha mendapatkan pinjaman di internet dan jumlah uang yang dihabiskan tanpa mendapat pinjamran dari perusahaan mereka, maka saya menjadi sangat putus asa untuk mendapatkan pinjaman dari kreditor kredit genue online yang tidak akan meningkatkan rasa sakit saya jadi saya memutuskan untuk Hubungi teman saya yang mendapatkan pinjaman onlinenya sendiri, kami mendiskusikan kesimpulan kami mengenai masalah ini dan dia bercerita tentang seorang pria bernama Mr. Dangote yang adalah CEO Dangote Loan Company.

    Jadi saya mengajukan pinjaman sebesar (Rp400.000.000) dengan tingkat bunga 2% rendah, tidak peduli berapa usiaku, karena saya mengatakan kepadanya apa yang saya inginkan adalah membangun bisnis saya dan pinjaman saya mudah disetujui. Tidak ada tekanan dan semua persiapan yang dilakukan dengan transfer kredit dan dalam waktu kurang dari 24 jam setelah mendapatkan sertifikat yang diminta dikembalikan, maka uang pinjaman saya disimpan ke rekening bank saya dan mimpiku menjadi kenyataan. Jadi saya ingin saran semua orang segera melamar kepada Mr. Dangote Loan Company Via email (dangotegrouploandepartment@gmail.com) dan Anda juga bisa bertanya kepada Rhoda (ladyrhodaeny@gmail.com) dan Mr. jude (judeelnino@gmail.com) dan Juga Pak Nikky (nicksonchristian342@gmail.com) untuk pertanyaan lebih lanjut

    Anda juga bisa menghubungi saya melalui email di ladyjanealice@gmail.com

    ReplyDelete